Wednesday, November 25, 2009
Resensi Film Valkyrie
Film berjudul “Valkyrie” ini bercerita tentang seorang kolonel Nazi bernama Stauffenberg (diperankan oleh Tom Cruise) yang tidak sepaham dengan faham Nazi yang diusung oleh Hitler. Dia menjadi tentara karena ingin berbakti pada negaranya. Stauffenberg berasal dari keluarga kaya di Jerman namun karena sifat nasionalismenya dia bergabung dengan militer negaranya dalam PD 2.
Film dibuka dengan adegan serangan sekutu terhadap camp Jerman di Afrika Utara, yang mengakibatkan cacatnya mata dan tangan kanan Stauffenberg yang harus diamputasi. Pulang ke Jerman Stauffenberg bergabung dengan koalisi militer dan sipil Jerman yang tidak sepaham dengan ideologi Nazi yang diusung oleh Hitler. Beberapa kali koalisi ini merencanakan pembunuhan terhadap Hitler namun selalu gagal. Hingga suatu saat Stauffenberg berhasil mendapatkan undangan rapat dengan Hitler pada saat Hitler akan bertemu dengan Mussolini. Stauffenberg menawarkan dirinya yang akan melakukan pengeboman langsung di bunker militer tempat pertemuan tersebut.
Rencana yang telah disusun mulanya berjalan mulus. Bom berhasil meledak namun kendala komunikasi yang merupakan bagian dari rencana pembunuhan tersebut menjadi plot penting dari hasil akhir “kudeta” ini. Apakah Hitler terbunuh pada pengeboman tanggal 20 juli tersebut? Tonton sendiri filmnya. Yang jelas sejarah mencatat bahwa Hitler mati karena bunuh diri.
Valkyrie sendiri adalah nama dari sebuah operasi yang menggerakkan tentara cadangan Jerman jika terjadi kekosongan kepemimpinan di Jerman pada saat PD 2. Stauffenberg memanipulasi operasi Valkyrie ini dengan “memfitnah” pasukan SS (semacam agen rahasianya Nazi) yang akan melakukan kudeta saat Hitler dikabarkan “mati”.
Yang juga menarik dari film ini adalah memberikan satu lagi contoh buat saya adalah perbedaan yang sangat tipis antara predikat “sang pengkhianat” dengan “sang pahlawan” dalam diri seseorang. Sebutan pengkhianat atau pahlawan tersebut akan layak dan sah jika diberikan oleh pihak yang menang.
Stauffenberg sebagai seorang militer yang menentang Panglima Tertinggi militernya sekaligus kepala negaranya pada saat itu akan sangat mudah di cap sebagai seorang pengkhianat sehingga langsung dieksekusi mati. Namun sekarang oleh pemerintah Jerman Stauffenberg dinobatkan sebagai salah satu pahlawan perlawanan Jerman atas Nazi yang notabene adalah doktrin “resmi” Jerman sendiri pada waktu itu.
Saya membayangkan jika ada militer di Indonesia yang secara hati nurani kemanusiaannya merasa tidak sesuai dengan perintah atasannya (misalnya: pembumihangusan Timor Leste, Opsus Papua, Operasi GAM) kemudian tidak mau melaksanakan perintah tersebut, sebutan apakah yang pantas diberikan kepadanya? Saya tidak bicara dalam konsep penegakan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi bicara bagaimana cara melaksanakan operasi tersebut yang disinyalir terjadi pelanggaran HAM dan jatuhnya korban di pihak rakyat sipil.
Film yang disutradarai oleh Bryan Singer (X-Men, Superman Returns) ini menyisakan perenungan buat saya tentang makna sebuah perjuangan ideologi yang diyakini walaupun bertentangan dengan ideologi rezim pada saat itu, betapapun hasil akhirnya patut dihargai.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment